"Tole sayang, nanti kalau keluar jangan sakitin mama ya ... keluarnya normal aja ya sayang, jangan via cesarien, soale maman takut. Prosesnya jangan lama2 ya sayang, kita good team ya sayang, papa maman udah pengen banget ketemu kamu"
Itulah kata2 yang bolak balik saya ucapkan pada tanggal 14 oktober 2007 di Seibo Byoin Catholic International, Shinjuku, Tokyo.
Setelah berjalan 3 jam
Saya : sayang, pourquoi il ne veut pas sortir ? (kenapa si tole gak mau keluar ?)
Suami : sois patient sayang, c'est bientot ... (sabar sayang, sebentar lagi)
Saya : pourquoi c'est long ? (kenapa lama ?). C'est deja le 6em bebe qui sors (udah bayi ke 6 nih yang lahir)
Suami : car ton ventre est tellement bien pour lui (dia ngerasa nyaman di dalam perut kamu)
Dr Sakamoto : I think it's enough for tonight, we'll continue tomorrow morning cause if we push right now, you will be more stress and so is the baby.
Voila ... Induksi selama 5 jam ternyata belum menghasilkan kemajuan apapun. Kurma yang saya bawa dari rumahpun menjadi sasaran empuk untuk makan malam saya yang super telat itu, siapa tahu litocin yang terkandung di dalamnya dapat memacu kontraksi dan akhirnya menambah bukaan saya. Tak lupa saya loncat2 dan menari jaipongan tuk membuat si tole mau keluar, namanya juga usaha.
15 oktober 2006
Induksi dimulai dari jam 8.30 pagi dan diberikan langsung oleh Dr Sakamoto. Kontraksi sudah cukup keras tapi saya tidak merasa begitu sakit.
Bidan : Itai desuka ? (sakit gak ?)
Saya : Sukoshi dake desu (sedikit aja)
Dan seperti kemarin, terdengarlah lagi raungan2 kesakitan yang disusul dengan tangisan2 bayi yang baru melihat dunia. Sudah bayi ke 8, kapan giliran saya ?
Jam 4 sore, dr Sakamoto datang lagi untuk mengecek sejauh mana induksi membantu pembukaan ? 0,5 cm saja.
Gimana ceritanya ini ? sementara 5 minggu sebelumnya saya sudah pembukaan 2 cm dan saya diminta tuk mengurangi kesenangan saya mengukur jalan tapi sekarang hanya bertambah 0,5 cm ? Mulai streslah saya, rasanya gak menentu. Akhirnya Dr Sakamoto memasukkan tangannya ke dalam mulut rahim saya, mencoba membantu pembukaan jalan keluarnya bayi dengan cara manual.
1 jam kemudian, tidak terjadi apapun, air ketuban tidak pecah, tidak ada perdarahan, tidak ada pembukaan baru. Yang ada hanyalah saya yang sudah mulai kehilangan kesabaran. Dan akhirnya dia menjelaskan bahwa memang ukuran tole cukup besar tapi dia tidak berpikir akan sesulit ini untuk "memancing" dia keluar.
"I think we need to make a C-section".
wwwwwuuuuuuaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ...... huhhuhuhu ......
akhirnya jebollah tanggul air mata yang saya sudah tahan sejak 1 jam lalu. Saya selalu menginginkan proses melahirkan yang normal. Apalagi after C-section normally it's more suffering. Dan kita bukan tinggal di Jakarta atau di Paris dimana keluarga kita berada. Siapa yang akan membantu saya merawat si tole sementara luka di perut saya belum pulih ? Mertua saya cuman menemani kita selama 2 minggu.
"kenapa sih bebe gak mau ketemu kita dengan cara normal sayang ? bebe gak sayang sama aku ya ?" itu pertanyaan saya kepada suami sebagai ungkapan putus asa tidak bisa melahirkan dengan normal. Suami saya yang sangat sedih melihat istrinya mulai putus asa mencoba untuk menguatkan mental saya. 2 bidan yang in charge pada waktu itu berusaha menenangkan saya sambil meneteskan air mata, ternyata mereka ikut sedih (solidaritasnya cukup tinggi ternyata sodara-sodara). Di jepun ini memang C-section bener2 dilakukan bila emergency saja, bisa dibilang tidak ada unsur komersial di belakangnya. Gimana mo komersial, wong itu kan tanggungan negara, jadi negara rugi dong kalo banyak yag melahirkan dengan C-section.
Beruntunglah saya ini adalah pasien Dr Sakamoto, karena suami saya boleh mendampingi saya di ruang operasi, coba kalo dengan dr lain ? mostly impossible man .....
Rasa tegang saya sewaktu melihat jarum suntik akhirnya luluh setelah membaca surat al ikhlas, kata2 mujarab suami yang menyejukkan hati dan membayangkan si tole yang sebentar lagi ada di pelukan kami berdua.
15 oktober, pukul 18.26
oeeeee .. oeeeeeeeeee .......
"Congratulations, it's a big baby boy". Air mata saya mengalir dengan deras. Bahagia ? 100%.
5 menit kemudian, memancurlah ASI saya begitu si tole mendekat lalu untuk pertama kalinya menyusu. "Bonjour Aurele Narendra DREAN. Bienvenue au monde, mon amour. C'est maman et papa". Aurele menyusu dengan rakusnya. "He's 3856 gr and 51 cm. He's very big, normally the japanese babies are 2 kg up to 3 kg. So it's a giant baby".
Setahun sudah berlalu tapi sepertinya dia masih belum lama ada di perut saya.
Itulah kata2 yang bolak balik saya ucapkan pada tanggal 14 oktober 2007 di Seibo Byoin Catholic International, Shinjuku, Tokyo.
Setelah berjalan 3 jam
Saya : sayang, pourquoi il ne veut pas sortir ? (kenapa si tole gak mau keluar ?)
Suami : sois patient sayang, c'est bientot ... (sabar sayang, sebentar lagi)
Saya : pourquoi c'est long ? (kenapa lama ?). C'est deja le 6em bebe qui sors (udah bayi ke 6 nih yang lahir)
Suami : car ton ventre est tellement bien pour lui (dia ngerasa nyaman di dalam perut kamu)
Dr Sakamoto : I think it's enough for tonight, we'll continue tomorrow morning cause if we push right now, you will be more stress and so is the baby.
Voila ... Induksi selama 5 jam ternyata belum menghasilkan kemajuan apapun. Kurma yang saya bawa dari rumahpun menjadi sasaran empuk untuk makan malam saya yang super telat itu, siapa tahu litocin yang terkandung di dalamnya dapat memacu kontraksi dan akhirnya menambah bukaan saya. Tak lupa saya loncat2 dan menari jaipongan tuk membuat si tole mau keluar, namanya juga usaha.
15 oktober 2006
Induksi dimulai dari jam 8.30 pagi dan diberikan langsung oleh Dr Sakamoto. Kontraksi sudah cukup keras tapi saya tidak merasa begitu sakit.
Bidan : Itai desuka ? (sakit gak ?)
Saya : Sukoshi dake desu (sedikit aja)
Dan seperti kemarin, terdengarlah lagi raungan2 kesakitan yang disusul dengan tangisan2 bayi yang baru melihat dunia. Sudah bayi ke 8, kapan giliran saya ?
Jam 4 sore, dr Sakamoto datang lagi untuk mengecek sejauh mana induksi membantu pembukaan ? 0,5 cm saja.
Gimana ceritanya ini ? sementara 5 minggu sebelumnya saya sudah pembukaan 2 cm dan saya diminta tuk mengurangi kesenangan saya mengukur jalan tapi sekarang hanya bertambah 0,5 cm ? Mulai streslah saya, rasanya gak menentu. Akhirnya Dr Sakamoto memasukkan tangannya ke dalam mulut rahim saya, mencoba membantu pembukaan jalan keluarnya bayi dengan cara manual.
1 jam kemudian, tidak terjadi apapun, air ketuban tidak pecah, tidak ada perdarahan, tidak ada pembukaan baru. Yang ada hanyalah saya yang sudah mulai kehilangan kesabaran. Dan akhirnya dia menjelaskan bahwa memang ukuran tole cukup besar tapi dia tidak berpikir akan sesulit ini untuk "memancing" dia keluar.
"I think we need to make a C-section".
wwwwwuuuuuuaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa ...... huhhuhuhu ......
akhirnya jebollah tanggul air mata yang saya sudah tahan sejak 1 jam lalu. Saya selalu menginginkan proses melahirkan yang normal. Apalagi after C-section normally it's more suffering. Dan kita bukan tinggal di Jakarta atau di Paris dimana keluarga kita berada. Siapa yang akan membantu saya merawat si tole sementara luka di perut saya belum pulih ? Mertua saya cuman menemani kita selama 2 minggu.
"kenapa sih bebe gak mau ketemu kita dengan cara normal sayang ? bebe gak sayang sama aku ya ?" itu pertanyaan saya kepada suami sebagai ungkapan putus asa tidak bisa melahirkan dengan normal. Suami saya yang sangat sedih melihat istrinya mulai putus asa mencoba untuk menguatkan mental saya. 2 bidan yang in charge pada waktu itu berusaha menenangkan saya sambil meneteskan air mata, ternyata mereka ikut sedih (solidaritasnya cukup tinggi ternyata sodara-sodara). Di jepun ini memang C-section bener2 dilakukan bila emergency saja, bisa dibilang tidak ada unsur komersial di belakangnya. Gimana mo komersial, wong itu kan tanggungan negara, jadi negara rugi dong kalo banyak yag melahirkan dengan C-section.
Beruntunglah saya ini adalah pasien Dr Sakamoto, karena suami saya boleh mendampingi saya di ruang operasi, coba kalo dengan dr lain ? mostly impossible man .....
Rasa tegang saya sewaktu melihat jarum suntik akhirnya luluh setelah membaca surat al ikhlas, kata2 mujarab suami yang menyejukkan hati dan membayangkan si tole yang sebentar lagi ada di pelukan kami berdua.
15 oktober, pukul 18.26
oeeeee .. oeeeeeeeeee .......
"Congratulations, it's a big baby boy". Air mata saya mengalir dengan deras. Bahagia ? 100%.
5 menit kemudian, memancurlah ASI saya begitu si tole mendekat lalu untuk pertama kalinya menyusu. "Bonjour Aurele Narendra DREAN. Bienvenue au monde, mon amour. C'est maman et papa". Aurele menyusu dengan rakusnya. "He's 3856 gr and 51 cm. He's very big, normally the japanese babies are 2 kg up to 3 kg. So it's a giant baby".
Setahun sudah berlalu tapi sepertinya dia masih belum lama ada di perut saya.
2 komentar:
holaaa... c'est une histoire interessant de la naissance d'Aurele... seruuuuuuuuuuu....
bon, Aurele est ne a Japon? pas a Paris? pourquoi?
dit-donc, felicitation yah!
il est ne a tokyo car on a habite la bas pour un an. c'est une belle experience
Posting Komentar